Jumat, 25 September 2009
" IDULFITRI DAN KEHIDUPAN BARU " oleh TAMBAH GUNAWAN
" IDULFITRI DAN KEHIDUPAN BARU "
OLEH: TAMBAH GUNAWAN, BUMIAYU BREBES JATENG INDONESIA
20 SEPTEMBER 2009
HARI Raya Idul Fitri datang lagi. Umat Islam di
seluruh dunia merayakannya dengan ritus dan tradisi
masing-masing. Idul Fitri menandai berakhirnya ibadah
puasa Ramadan, sekaligus mengawali kehidupan baru yang
lebih baik daripada kehidupan sebelumnya.
Umat Islam di Indonesia merayakan Idul Fitri dengan
tradisi berlebaran yang semarak. Di antara sanak
keluarga dan sesama muslim saling mengunjungi,
bermaafan, dan bersilaturahmi. Semuanya selalu
berlangsung indah, rukun, dan damai. Segala kesalahan,
kekhilafan, dan prasangka buruk dilebur dalam semangat
Idul Fitri.
Warga yang tinggal di kota pulang ke desa, mudik,
untuk menemui sanak keluarganya. Ada yang dengan
gampang mudik, tapi banyak di antara mereka yang harus
berjuang keras mengatasi berbagai kendala untuk
menemui sanak saudara di kampung halaman. Tradisi
mudik dan bersilaturahmi pada akhirnya tidak hanya
menjadi milik umat Islam. Umat agama lain pun dengan
sukarela ikut merayakannya. Mudik di Idul Fitri tidak
hanya milik umat Islam, tapi menjadi bagian dari
tradisi bangsa Indonesia.
Dari perspektif kebangsaan, Idul Fitri menjadi perekat
ampuh persatuan antarumat Islam, antara masyarakat di
perkotaan dan pedesaan, bahkan antarumat beragama.
Uluran tangan, saling memaafkan, menjadi pemandangan
selama Idul Fitri dan hari-hari selanjutnya di
rumah-rumah dan perkantoran.
Dari perspektif ekonomi, tradisi mudik secara tidak
langsung menciptakan trickle down effect. Peredaran
uang, yang selama setahun lebih banyak berputar di
perkotaan, sesaat di keramaian Idul Fitri bergeser ke
pedesaan. Di kalangan umat Islam sepanjang Ramadan
juga berlangsung pemberian zakat fitrah dan penyaluran
sedekah dari golongan yang mampu kepada fakir miskin,
kaum duafa, dan yatim piatu.
Kondisi damai, saling membantu, saling memaafkan, dan
saling mengasihi selama Idul Fitri sungguh
menyejukkan. Alangkah indahnya jika kondisi ini tidak
berhenti di sekitar Idul Fitri, tetapi berlangsung
terus sepanjang tahun. Harapan ini tidak berlebihan
karena Islam mengajarkan kualitas ibadah Ramadan
seseorang akan tecermin dalam kehidupan nyata pada
hari-hari setelah Idul Fitri. Tiada arti ibadah selama
satu bulan suntuk apabila di hari-hari setelah Ramadan
berlalu tidak ada peningkatan kualitas ibadah,
termasuk ibadah sosial.
Jika harapan itu terwujud, itulah berkah Ramadan dan
Idul Fitri, sekaligus sumbangsih umat Islam terhadap
penciptaan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh
bangsa. Hal itu juga menunjukkan Islam benar-benar
rahmatan lil 'alamin, memberi rahmat bagi seluruh
alam.
Di saat bangsa ini tengah mengalami kebuntuan untuk
keluar dari krisis multidimensi, nilai-nilai Ramadan
dan Idul Fitri bisa menjadi salah satu 'terapi'
terbaik. Tentu, syaratnya, nilai-nilai itu
diaktualisasikan sungguh-sungguh dalam kehidupan.
Nilai-nilai Ramadan dan Idul Fitri selain mengajarkan
saling memaafkan dan saling mengasihi, juga
mengajarkan kejujuran, toleransi, kehidupan yang
bersih, dan semangat kesederhanaan.
Sangat disayangkan jika momentum Idul Fitri ini
dilewatkan begitu saja. Semua pihak, pejabat,
politikus, cendekiawan, dan segenap lapisan
masyarakat, kiranya dapat memanfaatkan momentum Idul
Fitri dengan mengaktualisasikannya menjadi kehidupan
baru menurut proporsi masing-masing. Dengan nilai
kejujuran, misalnya, akan menghentikan niat untuk
melakukan korupsi dan kolusi. Dengan nilai
kesederhanaan, contoh lain, akan meniadakan kebiasaan
hidup boros dan bermewah-mewah. Dengan nilai-nilai
toleransi, tidak ada lagi kehendak untuk memenangkan
kelompok dan golongannya sendiri. Selamat Idul Fitri.
Maaf lahir dan batin,dari TAMBAH GUNAWAN dan Keluarga
di Bumiayu Jateng Indonesia.
____________________________________
Senin, 14 September 2009
Langganan:
Postingan (Atom)