Minggu, 01 Mei 2011
APAKAH PEMERINTAH SIPIL MYANMAR AKAN MENUJU KE PEMERINTAH YANG DEMOKRATIS SEPERTI INDONESIA ? oleh.T.GUNAWAN RAZUKI
Penulis sewaktu bertugas di KBRI Yangon Myanmar
Kota Yangon Myanmar
Junta Militer Myanmar
Jenderal Purnawirawan Thein Sein terpilih jadi Presiden Myanmar
Aung San Suu Kyu tokoh Demokrasi Myanmar peraih Nobel Perdamaian
Jenderal Senior Than Swe dulu pemimpin Junta Militer Myanmar
APAKAH PEMERINTAH SIPIL MYANMAR AKAN MENUJU KE PEMERINTAH YANG DEMOKRATIS SEPERTI INDONESIA ?
Suatu Analisa oleh T.GUNAWAN RAZUKI, 2006-2007 pernah bertugas sebagai Counsellor Pensosbud KBRI Yangon Myanmar
SEJARAH PEMERINTAH JUNTA MILITER MYANMAR
Tatmadaw atau Angkatan Darat Myanmar memerintah Myanmar sejak 1962. Di tahun 1988, suatu pemberontakan yang dipimpin oleh para biksu dan mahasiswa memaksa sekelompok Jenderal untuk menyingkirkan Jenderal Ne Win dan mengadakan pemilihan umum.
Tetapi Junta Militer Myanmar menolak menyerahkan pimpinan negara kepada NLD ( National League for Democracy ) yang dipimpin Aung San Suu Kyi, yang memenangkan pemilihan umum di tahun 1991. Mereka memperkokoh kekuasaannya atas Myanmar dan memenjarakan lawan-lawan politiknya, dan sekarang Suu Kyi sudah dibebaskan dari tahanan rumah.
Sejak waktu itu NLD berada dalam dilema. SPDC atau Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara menyatakan bahwa mereka tetap akan menjalankan transisi ke demokrasi.
Junta Militer ini memulai konsultasi tentang pembuatan suatu konstitusi yang baru, dan dalam proses itu melakukan pertemuan dengan Aung San Suu Kyi secara berkala, yang sementara itu mendapatkan Hadiah Perdamaian Nobel bagi perlawanannya terhadap junta militer Myanmar.
Tetapi, pimpinan militer lebih banyak memberlakukan tahanan rumah padanya yang disertai tekanan-tekanan politik dan penderitaan ekonomi bagi rakyat Myanmar, sehingga suatu usaha bersama untuk mencari penyelesaian politik bertambah sulit dicapai.
Pergantian Perdana Menteri Khin Nyunt dengan Letnan Jenderal Soe Win oleh Jenderal Than Shwe, pemimpin utama junta militer Myanmar, pada 19 Oktober 2004 tidak merubah orientasi demokrasi negara Myanmar.
Konvensi Nasional menuju demokrasi yang dilakukan dan beranggotakan 100 orang yang semuanya pilihan tentara Myanmar adalah merupakan jawaban atas tuntutan dunia dan ASEAN.
Pergantian ini kemudian diikuti dengan pergantian-pergantian dalam Tatmadaw yang lebih banyak ditujukan bagi peremajaan komandan-komandan militer, bukan untuk perubahan politik yang dijalankan, Jenderal Senior Than Shwe terus berupaya untuk lebih memperkuat kekuasaannya dengan mengangkat perwira-perwira sekitar 50 tahunan dalam proses pergantian ini.
Perkembangan saat itu di Myanmar ini menghadapkan penduduk Myanmar dan dunia luar dengan pilihan-pilihan yang baru pula.
Ketimpangan yang luar biasa di antara pemimpin-pemimpin Tatmadaw dan dunia Sipil merupakan suatu kendala yang besar sekali bagi perubahan di Myanmar.
Kendala ini lebih diperbesar, adanya semua pihak yang bertarung di negara Myanmar , yaitu Tatmadaw, NLD dan pendukung-pendukungnya di luar negeri , kelompok-kelompok etnik non-Myanmar termasuk 17 kelompok yang sudah mengadakan gencatan senjata dengan SPDC, yang masing- masing mempunyai kepentingannya sendiri-sendiri pula dan organisasi-organisasi pembangkang bersenjata yang lain bukan suku Myanmar. Kelompok-kelompok etnik minoritas mendiami daerah-daerah perbatasan yang melingkari daerah Myanmar Tengah sebagai suatu "tapal kuda".
Kekuatan-kekuatan inilah yang bertarung untuk menentukan sisitim politik dan masa depan Myanmar dengan SPDC sebagai pemegang kekuasaan tunggal.
Pergerakan Indonesia pada tahun 1998, dari suatu rejim militer menuju demokrasi sejak tumbangnya Jenderal purnawirawan Soeharto dapat dipakai sebagai acuan ASEAN untuk mengajak Myanmar melangkah ke suatu pemerintah demokrasi, tetapi harus diingat bahwa perbedaan kekuasaan Angkatan Darat sangat besar.
Sewaktu Soeharto tumbang tidak ada perwira Angkatan Darat Tentara Nasional Indonesia yang mengambil alih kekuasaan dan ini sangat berbeda dengan sejarah Tatmadaw Myanmar yang terus memonopoli kekuasaan negara, mempertahankan kekuasaan ketika Jenderal Ne Win sangat terancam oleh para biksu dan mahasiswa di tahun 1988.
PEMERINTAH SIPIL MYANMAR SAAT INI
Jenderal purnawirawan Thein Sein yang memenangkan pemilu presiden Myanmar dan dilantik oleh parlemen di ibukota Naypyidaw. Disebut sebagai pemerintahan sipil pertama di Myanmar untuk menuju sistem demokrasi, tapi kabinet pemerintahan baru ini kebanyakan terdiri dari pensiunan jenderal. Hanya 4 menteri yang berasal dari sipil. Sebelumnya selama lebih dari 20 tahun Myanmar dikuasai oleh pemerintahan junta miilter pimpinan Jenderal Senior Than Shwe.
Pemerintahan Junta Militer Myanmar telah resmi dibubarkan, termasuk juga partai politik mereka, State Peace and Development Council yang berdiri sejak 1988. Model pemerintahan baru Myanmar meniru model pemerintahan Korea Utara dengan membagi dua pemimpin pemerintahan, de facto dan de jure.
Than Shwe ditempatkan sebagai pemimpin secara de facto seperti Kim Jong-il di Korea Utara, dan Thein Sein sebagai pemimpin de jure layaknya Kim Yong-nam.
Dengan sistem seperti ini pemerintahan baru ini tak ada bedanya dengan junta militer sebelumnya. Apalagi 80 persen kursi di parlemen diduduki oleh tentara dan sekutu sipilnya.
Walaupun demikian pemimpin partai oposisi, Liga Nasional untuk Demokrasi, Aung San Suu Kyi, berharap dapat menjalin hubungan lebih baik dengan pemerintahan baru. Beberapa partai non militer di Myanmar juga melihatnya sebagai suatu hal yang positif.
Mereka optimis, bahwa walaupun mereka minoritas, akan dapat membuat perubahan demokratis dalam kerangka yang legal. Sebagai sesama negara anggota ASEAN, Indonesia juga akan mendukung perubahan sekecil apapun ke arah pemerintahan yang lebih demokratis di Myanmar. ( T.GUNAWAN RAZUKI, RAFFLES HILLS CIBUBUR JAKARTA )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar